English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

22 November 2010

Sekali Lagi, Pengadilan Agama Dibahas Lembaga Luar Negeri

Untuk kali kesekian, persoalan pengadilan agama diperbincangkan secara serius oleh lembaga luar negeri. Selasa (16/11), di Hotel Nikko Jakarta, Van Vollenhoven Institute menyelenggarakan seminar bertema Akses terhadap Pengadilan Agama. Van Vollenhoven Institute merupakan lembaga penelitian asal Universitas Leiden, Belanda.

Ketua Mahkamah Agung RI, Harifin A Tumpa, menyambut gembira seminar ini. Menurutnya, pemberian keadilan harus dimaknai lebih luas. Dalam konteks Pengadilan Agama yang lebih banyak menangani perkara perkawinan, Harifin berharap pemberian keadilan itu juga dapat menciptakan kesetaraan jender.

“Saya justru khawatir, pemberian keadilan dimaknai secara sempit, hanya berupa proses peradilan,” tutur Ketua MA, ketika menyampaikan pidato pembukaan.

Ward Berenschot, perwakilan Van Vollenhoven Institute, menyatakan bahwa pihaknya sudah 2,5 tahun mengerjakan proyek penelitian tentang akses terhadap keadilan di pengadilan agama. Proyek penelitian ini didukung Kedubes Belanda di Indonesia, UNDP, World Bank dan Bappenas.

“Tujuannya adalah memberikan kontribusi untuk meningkatkan akses keadilan melalui Pengadilan Agama,” kata Berenschot.

Sejauh ini, Van Vollenhoven Institute melihat Pengadilan Agama telah memperlihatkan peranan pentingnya dalam memberi keadilan, khususnya kepada kaum perempuan. Pengadilan Agama dinilai membela hak-hak perempuan, mulai dari perkara perceraian, nafkah anak hingga harta bersama.

Hasil penelitian yang dilakukan Van Vollenhoven Institute sudah dicetak dalam bentuk buku, artikel dan barang cetakan lain. Namun, hal itu dirasa masih terasa kurang. Karena itu, digelarlah seminar untuk membahas hasil penelitian ini.

Seminar ini, kata Berenschot, dimaksudkan agar hasil penelitian memiliki dampak nyata. “Agar tidak hanya menumpuk di rak-rak perpustakaan,” tuturnya.

Lebih jauh, Berenschot yakin bahwa penelitian seperti ini tidak akan sia-sia. Dia mencontohkan penelitian yang telah dilakukan PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Hasil penelitian yang dilakukan LSM ini telah memberikan perubahan nyata, yaitu makin ditingkatkannya sidang keliling dan perkara prodeo di Pengadilan Agama.

Fokus tiga hal
Seminar kali ini berfokus pada tiga hal: sebelum, saat dan sesudah proses persidangan. Koordinator Nasional PEKKA, Nani Zuminarni, memaparkan kondisi pencari keadilan sebelum membawa perkaranya ke pengadilan agama, melalui makalah berjudul “Akses terhadap Keadilan: Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga di Indonesia.”

Jalannya persidangan di Pengadilan Agama diulas Euis Nurlaelawati. Dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta ini menyodorkan analisis kritis dalam makalah berjudul “Interpretasi Hukum Para Hakim di Pengadilan Agama dan Relevansinya dengan Kepentingan Wanita.”

Sementara itu, Stijn van Huis mengupas permasalahan setelah proses peradilan. Peneliti dari Van Valeenhoven Institute ini menghadirkan ringkasan penelitiannya berjudul “Akses Perempuan Terhadap Hak Nafkah Pasca Perceraian: Masalah dengan Pelaksanaan Putusan.”

Ketiga paparan tersebut kemudian diulas oleh dua pembahas. Keduanya adalah Dirjen Badilag Wahyu Widiana dan Maria Ulfah dari Fatayat NU.

Para peserta seminar sebagian besar adalah aktivis perempuan. Sejumlah Ketua dan hakim Pengadilan Agama juga hadir. Mereka berasal dari Jabodetabek dan Cianjur. Khusus buat Ketua PA Cianjur, hasil penelitian ini terasa sangat istimewa, karena penelitian memang dilaksanakan di daerah tersebut.
 
Apresiasi positif
 
Dirjen Badilag Wahyu Widiana menilai hasil penelitian yang diseminarkan ini sangat berguna buat pengambilan kebijakan. “Untuk membuat sebuah kebijakan, penelitian sangat-sangat perlu. Selama ini kami berkoordinasi dengan para peneliti, supaya hasilnya nyata,” tuturnya.

Dirjen mengatakan, pada tahun anggaran 2011, Pengadilan Agama seluruh Indonesia diberi target untuk membantu 11.000 pencari keadilan yang kurang mampu. Karena pengadilan adalah institusi yang pasif, maka Pengadilan Agama juga tidak boleh mencari atau mengundang orang miskin untuk membawa perkaranya ke Pengadilan Agama.

“Kami mohon partisipasi akademisi dan LSM. Bawa orang miskin ke Pengadilan Agama,” kata Dirjen. Hal ini perlu disampaikan Dirjen, akibat kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, pada tahun anggaran 2010 banyak anggaran bantuan hukum yang tidak terserap. Data mutakhir yang dimiliki Badilag menyebutkan, penyerapan dana untuk perkara prodeo baru 39 persen.

Ketua PA Cianjur, Dudung Abdul Halim, juga memberi apresiasi positif. “Hasil penelitian ini sangat bermanfaat buat kami. Sidang keliling dan perkara prodeo sangat membantu masyarakat pencari keadilan. Selain mendapat anggaran dari Mahkamah Agung melalui Badilag, kami juga mendapatkan bantuan dari Pemkab Cianjur untuk sidang keliling. Bahkan kami akan diberi bantuan mobil operasional,” ujarnya. (Badilag)

Posting Komentar

Catatan

IGNORANTIA IURIS NOCET

Ignorantia iuris nocet, Ketidaktahuan akan hukum mencelakakan. Peribahasa ini dipakai dalam dunia hukum yang menyatakan bahwa ketidaktahuan seseorang akan hukum dan peraturan, tidak dapat dijadikan alasan di pengadilan.

ACTORI INCUMBIT PROBATIO

Actori incumbit probatio adalah salah satu asas penting dalam hukum acara perdata yang berarti barangsiapa mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (pasal 163 HIR)

Lingga Bunda Tanah Melayu

Kutipan

MODERNISASI SEMU

Untuk menjadi modern kebanyakan orang malah sibuk memerhatikan gaya berpakaian, cara berbicara, kebiasaan atau perilaku tertentu. Padahal bukan itu yang disebut modern. Hal-hal seperti itu adalah bagian yang sangat dangkal dari modernitas.” Indira Gandhi (1917–1984), pemimpin perempuan India.

PPH - 5.5.2

Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di Pengadilan tingkat yang lebih rendah.

IGNORANTIA IURIS NOCET

Ignorantia iuris nocet, Ketidaktahuan akan hukum mencelakakan. Peribahasa ini dipakai dalam dunia hukum yang menyatakan bahwa ketidaktahuan seseorang akan hukum dan peraturan, tidak dapat dijadikan alasan di pengadilan.

TERIMA KASIH ANDA TELAH MENGUNJUNGI SITUS PENGADILAN AGAMA DABO SINGKEP

Copyright © 2009 Pengadilan Agama Dabo Singkep all right reserved

Kembali Ke Atas