English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

21 Maret 2011

Big Applause untuk Badilag dan Peradilan Agama

Di hadapan ratusan peserta konferensi dari belasan negara, Dirjen Badilag menyajikan papernya dalam Bahasa Inggris.
Bogor l Badilag.net
Presentasi Dirjen Badilag Wahyu Widiana di hari ke-2 konferensi IACA, Selasa (15/3/2011) menyita perhatian peserta konferensi. Agak lain dari narasumber-narasumber lain, Dirjen Badilag memanfaatkan media audio-visual untuk mendukung presentasinya berjudul “Justice for the Poor: The Badilag Experice”.
Dipandu moderator Mas Ahmad Santosa, anggota Satgas Mafia Hukum, selama sekitar 10 menit peserta konferensi diajak untuk menonton film tentang sidang keliling. Film ini dibuat atas kerjasama Mahkamah Agung, AUSAID dan PEKKA di Pengadilan Agama Cianjur.
Para peserta dari berbagai negara tampak terkesima melihat model sidang keliling di Indonesia. Mereka memperhatikan bagaimana Pengadilan Agama mempersiapkan sidang keliling. Pelaksanaan sidang keliling di tempat yang jauh dan sulit dijangkau juga menyita perhatian mereka. Perhatian yang sama mereka berikan saat mengamati respon masyarakat terhadap pelaksanaan sidang keliling.
Seusai pemutaran film, Dirjen tidak langsung berbagi pengalaman seputar justice for the poor di peradilan agama selama beberapa tahun terakhir. Dirjen terlebih dahulu menjabarkan secara sepintas struktur Mahkamah Agung.
“Di Mahkamah Agung Indonesia ada peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara,” tutur Dirjen. Hal ini perlu disampaikan, sebab tidak seluruh peserta konferensi memahami posisi peradilan agama dan Badilag.
Para peserta konferensi menonton film sidang keliling.
Setelah itu Dirjen baru menjelaskan program justice for the poor di peradilan agama yang terdiri dari pemberian fasilitas prodeo, sidang keliling dan pos bantuan hukum.
Dirjen bertutur, kebijakan yang pro-rakyat miskin ini diambil setelah ada penelitian yang menyebutkan bahwa kendala yang dihadapi masyarakat miskin jika ingin berperkara di Pengadilan Agama adalah biaya, yang meliputi biaya perkara dan biaya transportasi.
“Untuk melaksanakan program ini kami mendapat anggaran Rp 1 Miliar pada tahun 2007 lalu meningkat menjadi Rp30 miliar pada tahun 2008,” Dirjen menuturkan. Tetapi sayang, anggaran yang meningkat secara tajam itu tak termanfaatkan sepenuhnya.
“Tidak banyak terserap karena aturan-aturannya belum ada. Kawan-kawan di daerah takut melakukan penyalahgunaan. Nanti kena KPK,” ungkap Dirjen.
Tahun-tahun berikutnya keadaan berubah. Pada tahun 2009 terbit UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Peradilan Agama yang baru. Kedua peraturan perundang-undangan ini memberikan penguatan atas program-program peradilan yang berorientasi pada bantuan hukum kepada masyarakat miskin, seperti pemberian fasilitas prodeo dan sidang keliling.
Ratusan peserta seminar dari belasan negara memperhatikan presentasi Dirjen Badilag.
Meski anggaran untuk bantuan hukum pada tahun 2009 menurun dibanding tahun sebelumnya, program ini tetap dilaksanakan dengan baik oleh berbagai Pengadilan Agama. Setahun kemudian, pada 2010, terbit SEMA 10/2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum lalu disusul Petunjuk Pelaksanaan SEMA tersebut pada tahun 2011.
“Dengan payung hukum itu pelaksanaan program justice for the poor diharapkan semakin baik lagi,” tutur Dirjen.
Dirjen lantas memaparkan kondisi mutakhir. Pada tahun 2011 ini peradilan agama mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp11.836.900.000 program bantuan hukum.
“Untuk perkara prodeo, target yang diberikan negara, sebagaimana disebutkan Bapak Presiden RI kemarin, ialah 11.553 perkara dengan alokasi anggaran Rp3.465.900.000,” kata Dirjen.
Untuk sidang keliling, targetnya yang harus dicapai peradilan agama ialah 9.023 perkara dengan anggaran Rp 4.188.500.000. “Dan tahun ini sidang keliling digelar di 273 lokasi di seluruh Indonesia,” ungkap Dirjen, sembari membentangkan peta yang didesain sedemikian rupa sehingga menunjukkan di mana saja sidang keliling dilaksanakan di seluruh penjuru Indonesia.
Sedangkan untuk posbakum, target yang dipatok ialah negara untuk peradilan agama ialah 11.553 perkara dengan anggaran Rp 4.182.500.000.
“Posbakum di peradilan agama mulai beroperasi sejak Maret 2011 ini,” Dirjen menjelaskan.
Seluruh program ini, menurut Dirjen, tidak akan berjalan dengan baik tanpa kerjasama dengan berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan ini, Dirjen menyampaikan terima kasihnya kepada berbagai pihak, seperti lembaga donor, Non Government Organization, dan pemerintah daerah.

Cate Sumner, peneliti asal Australia, tampak antusias menyimak presentasi Dirjen Badilag.
Dirjen juga menyebutkan bahwa program ini dapat terlaksana dengan baik karena ditunjang dengan pemberian informasi yang memadai, baik melalui spanduk dan selebaran di gedung pengadilan maupun website yang bisa diakses oleh masyarakat seluruh dunia.
Di ujung presentasinya, Dirjen mengajak para peserta konferensi untuk melihat foto-foto dramatis seputar pelaksanaan sidang keliling. Di antaranya sebuah foto yang menunjukkan mobil yang ditumpangi para hakim dari sebuah PA di Sumatera nyaris tergelincir karena harus mendaki jalan yang licin. Melihat foto-foto itu, hampir sama ketika menonton film tentang sidang keliling, para peserta konferensi tampak terkesima.
Setelah itu Dirjen menutup presentasinya dan tepuk tangan membahana di ruangan konferensi. Big applause itu diberikan puluhan orang dari belasan negara. Untuk kesekian kali, Badilag dan peradilan agama mendapat apresiasi yang tinggi.






Posting Komentar

Catatan

IGNORANTIA IURIS NOCET

Ignorantia iuris nocet, Ketidaktahuan akan hukum mencelakakan. Peribahasa ini dipakai dalam dunia hukum yang menyatakan bahwa ketidaktahuan seseorang akan hukum dan peraturan, tidak dapat dijadikan alasan di pengadilan.

ACTORI INCUMBIT PROBATIO

Actori incumbit probatio adalah salah satu asas penting dalam hukum acara perdata yang berarti barangsiapa mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (pasal 163 HIR)

Lingga Bunda Tanah Melayu

Kutipan

MODERNISASI SEMU

Untuk menjadi modern kebanyakan orang malah sibuk memerhatikan gaya berpakaian, cara berbicara, kebiasaan atau perilaku tertentu. Padahal bukan itu yang disebut modern. Hal-hal seperti itu adalah bagian yang sangat dangkal dari modernitas.” Indira Gandhi (1917–1984), pemimpin perempuan India.

PPH - 5.5.2

Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di Pengadilan tingkat yang lebih rendah.

IGNORANTIA IURIS NOCET

Ignorantia iuris nocet, Ketidaktahuan akan hukum mencelakakan. Peribahasa ini dipakai dalam dunia hukum yang menyatakan bahwa ketidaktahuan seseorang akan hukum dan peraturan, tidak dapat dijadikan alasan di pengadilan.

TERIMA KASIH ANDA TELAH MENGUNJUNGI SITUS PENGADILAN AGAMA DABO SINGKEP

Copyright © 2009 Pengadilan Agama Dabo Singkep all right reserved

Kembali Ke Atas